Akhowat Kece Kudu GST !
Jilid II
Budayakan GST, Budayakan Rasa Malu !
25 Dzul-Qa'idah 1437
بسم اللّه الرحمن الرحيم
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.( Q.S. Al A’raaf :. 26)
Assalamu'alaikum akhwati fillah di kampus tarbiyah Universitas Negeri Jakarta. Bagaimana kabarmu hari ini? adakah ketenangan terpancar dari sisa-sisa wudhu yang 'kan kau jaga seharian? masihkah iman islam yang kau siratkan lewat sungging senyum juga keramahtamahan mengiringmu dalam keanggunan? Semoga engkau selalu berkenan memeliharanya, mengamalkannya, serta membaginya pada saudarimu di belahan bumi manapun.
Tak terasa waktu kian merangkak, sebentar lagi perkuliahan akan dimulai, akan lebih banyak kesibukan-kesibukan yang memaksamu lebih lama berada di kampus, namun semua itu bukan lah alasan untuk mengorbankan ketaatanmu pada-Nya.
Saudariku sayang, aku pernah mendengar kata seorang bijak, bahwa rasa malu dalam diri seorang wanita adalah mahkota baginya. Maka apabila telah lenyap rasa malu itu, jatuhlah mahkotanya, lenyaplah perhiasannya. Sebagaimana Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda :
"Iman dan malu adalah sesuatu yang saling terkait, apabila salah satunya lenyap, maka lenyap lah yang lainnya" (HR Hakim)
Ukhti sayang, seharusnya kita merasa amat beruntung telah diperkenalkan dengan budaya GST (Gerakan Setengah Tujuh) yang mengharuskan kita meninggalkan kampus tepat pukul 18.30. Semestinya kita bahagia karena Allah selalu mengulurkan kasih sayang-Nya lewat jalan manapun, termasuk menjaga kita dari gunungan hawa nafsu yang ada di sekeliling kita.
Saudariku, bolehkah aku bertanya, apa yang kau kerjakan ketika pulang larut malam? benarkah karena kesibukanmu sebagai aktivis?
Ukhti fillah, sekali lagi kesibukan apapun tak akan jadi alasan bila rasa malu telah tertanam dalam dirimu sebagai seorang muslimah. Bukan rasa malu karena dianggap "jadul' atau ketika teman perempuanmu berkata, "kolot". Bukan, bukan malu yang itu saudariku. Tapi malu yang harus membenam pada dirimu, adalah malu kepada Allah.
Tidakkah engkau malu kepada Allah, karena tawamu yang terbahak di depan lelaki yang bukan mahrammu, padahal mungkin saudarimu di Palestina tengah menjerit-jerit sebab Ia tak mau dan tak sudi mendengar tawa tentara Israel yang siap mencabik-cabik harga dirinya. (Naudzubillah)
Tidakkah engkau malu dengan hijab yang kau kenakan, yang setia mengiringmu dalam setiap tapak, namun dengan entengnya kau tanggalkan sebab "gerah" kau bilang. Padahal mungkin, saudarimu di sana tengah menangis pilu bahkan berdarah-darah mempertahankan hijabnya. Yaa Rabbanaa.. Tidakkah kita malu duhai shalihah?
Sungguh aku tak mau diriku, dan saudariku menjadi wanita yang tidak tahu bagaimana caranya bersyukur. Sungguh aku tak mau menjadi wanita yang ketika di Yaumul Mahsyar nanti, Rasulullah memalingkan wajahnya karena malu terhadap perilaku ummatnya, sungguh aku tak ingin..
Dan untuk saudaraku wahai Akhii, tidakkah kau malu melihat saudarimu yang masih berada di kampus, sedang orang tuanya cemas di rumah menanti-nanti anak perempuannya? Tidakkah kau malu dengan apa yang kau katakan kepada saudarimu "GST Gerakan Setengah Tiga malam" sambil cekikikan dan mengolok-olok dirinya, padahal itu sama sekali tak mencirikan adabmu sebagai seorang muslim. Tidakkah kau malu dengan posisimu yang mungkin amat penting di kampus, tapi kepentingan-kepentingan itu hanya mengantarkanmu atas nama dunia saja??
Maka bila rasa malu itu, dapat menjaga kita dari godaan duniawi, dan menjadikan kita lebih ta'at kepada-Nya, dan bila rasa malu itu, mencampakkan seluruh kemaksiatan yang terlihat atau pun yang tak terlihat, bukankah sebaiknya kita membudayakan GST ? membudayakan rasa malu ! malu kepada dirimu, saudara/i mu. Dan malu terhadap ALLAH.
"Apabila Rabbku berkata kepadaku
Apakah engkau tidak malu bermaksiat kepada-Ku
Engkau menyembunyikannya dari makhluk-Ku
Namun, dengan maksiat itu engkau mendatangi-Ku
Apakah jawabanku kepada-Nya tatkala Dia mencelaku dan menanyaiku."
(Senandung Abu Hamid al-Khuluqani ketika menemui Imam Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar